Senin, 22 Oktober 2012

Warga Paksa Masuk Istana


TRIBUNNEWS.COM,BEIRUT - Warga di Beirut, Lebanon, Minggu (21/10), berunjuk rasa atas tewasnya seorang Pimpinan Inteligen Lebanon, Brigjen Wissam Al-Hassan, dalam ledakan bom mobil di Beirut, pada Jumat (19/10) sore waktu setempat. Sementara politisi Lebanon menuding Presiden Suriah Bashar Al-Assad yang menjadi dalang dalam serangan bom tersebut.
Para pengunjuk rasa melampiaskan kemasarahan dengan cara membakar ban bekas. Mereka memaksa masuk ke Istana Pesiden Michel Suleiman. Aparat keamanan menembakkan gas air mata, dibalas oleh pengunjuk rasa. Bentrok berlangsung sampai beberapa jam.
Wissam Al-Hassan merupakan Pimpinan Intelijen Lebanon sekaligus penentang Presiden Suriah Bashar Al-Assad. Ia tewas bersama tujuh orang lainnya ketika bom meledak di pusat Kota Beirut.
Brigjen Wissam al-Hassan bukanlah pejabat tinggi pertama Lebanon yang terbunuh dalam konflik sektarian di negara itu. Meskipun demikian, serangan ini merupakan yang pertama sejak serangan 25 Januari 2008 yang menewaskan pejabat intelijen kepolisian, Kapten Wissam Eid.
El Hassan juga memainkan peran inti dalam penyelidikan pembunuhan mantan perdana menteri Lebanon Rafiq al Hariri pada Februari 2005, serta pembongkaran jaringan mata-mata Israel dan jaringan teror di Lebanon.
Kantor Berita Reuters menyatakan, Al-Hassan adalah pimpinan intelijen yang berhasil mengungkap rencana peledakan bom yang mengarah pada penangkapan seorang politisi yang pro terhadap pemerintah Suriah. Pada akhirnya Al-Hasan yang jadi korban bom mobil di wilayah timur Beirut, Jumat.
Perdana Menteri Lebanon Najib Miqati, Sabtu (20/10), mengajukan pengunduran diri, setelah pemboman mobil maut di Beirut, tapi belakangan membatalkan keputusannya atas permintaan Presiden Michel Suleiman, demikian laporan National News Agency (NNA).
Ia menjelaskan Suleiman meminta kerangka waktu bagi dia untuk berkonsultasi dengan anggota meja dialog nasional mengenai keputusannya untuk mundur.
"Ini adalah masalah nasional dan kami sangat ingin memelihara negeri ini. Kami tak ingin meninggalkan Lebanon dalam kevakuman," Miqati menambahkan sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Ahad pagi.

Miqati menyeru para pemimpin politik di negeri tersebut "agar bersatu, mengesampingkan perbedaan mereka, dan membuat pembentukan pemerintah baru jadi tugas yang mudah".
Perdana Menteri itu mengatakan kematian El Hassan barangkali berkaitan dengan kasus mantan menteri penerangan Michel Samaha, yang diperiksa oleh tim El Hassan dan ditangkap pada Agustus dengan tuduhan pembentukan gerombolan penjahat yang bertujuan melancarkan serangan di Lebanon "atas permintaan Suriah".
"Saya tak ingin melomp`t ke kesimpulan dalam kasus ini, tapi kita tak bisa memisahkan pembunuhan El Hassan dengan penangkapan mantan menteri penerangan Michel Samaha," kata Miqati.
Kematian Al-Hasan mendapat perhatian luar negeri. Rusia mengutuk pemboman yang merenggut nyawa delapan orang dan melukai sekitar 100 lainnya, serta menyerukan menghukum para pelakunya.
Jejaring RT mengutip Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan dalam satu pernyataan Sabtu bahwa "Rusia mengungkapkan solidaritas kepada Lebanon dan mendukung kedaulatan, integritas serta stabilitas teritorial berdasarkan pada dialog nasional Lebanon."
Sumber itu menambahkan bahwa, "Apa yang terjadi menunjukkan sekali lagi pentingnya menghentikan kegiatan kekuatan destruktif yang mencoba menenggelamkan Timur Tengah dalam kekacauan dan penghasutan.
Sementara itu Kementerian Luar Negeri Iran mengutuk pemboman teroris yang mengguncang al-Ashrafiyeh di Beirut dan menekankan bahwa entitas Zionis adalah penerima ketidakstabilan di Lebanon.
Saluran Al-Alam mengatakan bahwa juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Ramin Mehmanparast, menyerukan kepada Lebanon untuk menjaga persatuan mereka dan menggarisbawahi pentingnya membawa pelaku ke pengadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar